
PKWTT adalah singkatan dari Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, sebuah bentuk hubungan kerja yang umumnya dikenal sebagai “karyawan tetap”. Dalam praktiknya, PKWTT menjadi standar bagi hubungan kerja jangka panjang yang menawarkan keamanan kerja, hak pesangon, serta perlindungan hukum lebih komprehensif. Artikel ini akan membahas secara menyeluruh tentang PKWTT, termasuk dasar hukum, perbedaan dengan PKWT, hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja, hingga risiko hukum yang dapat muncul.
Dasar Hukum dan Putusan Mahkamah Konstitusi
PKWTT diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan perubahannya dalam UU No. 6 Tahun 2023. Pengaturan lebih teknis terdapat dalam PP 35 Tahun 2021. Mahkamah Konstitusi juga telah mempertegas status PKWTT dalam beberapa putusan, salah satunya menyatakan bahwa hubungan kerja yang tidak sesuai dengan syarat PKWT otomatis berubah menjadi PKWTT.
Definisi dan Perbedaannya dengan PKWT
PKWTT merupakan hubungan kerja tanpa batas waktu yang berlaku sampai pekerja mengundurkan diri, diberhentikan, atau pensiun. Sebaliknya, PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) memiliki batas waktu dan hanya berlaku untuk pekerjaan tertentu. Berikut perbedaan utama:
Aspek | PKWTT | PKWT |
---|---|---|
Durasi | Tidak terbatas | Maksimal 5 tahun |
Probation | Diperbolehkan | Tidak diperbolehkan |
Pesangon | Wajib diberikan jika PHK | Tidak ada |
Sifat pekerjaan | Tetap dan berkelanjutan | Sementara atau musiman |
Ketentuan Probation pada PKWTT
PKWTT memperbolehkan masa percobaan atau probation maksimal 3 bulan. Masa ini digunakan perusahaan untuk mengevaluasi kinerja pekerja baru dan memastikan kesesuaian dengan budaya kerja serta harapan organisasi.
Probation dalam PKWTT harus dicantumkan secara tertulis dalam surat perjanjian kerja. Selama masa ini, pekerja tetap mendapatkan hak seperti upah penuh, jaminan sosial, dan perlindungan hukum. Namun, perusahaan diperbolehkan menghentikan hubungan kerja jika hasil evaluasi tidak memenuhi standar, asalkan disertai alasan jelas dan tidak melanggar prinsip non-diskriminatif.
Jika perusahaan memberlakukan masa probation lebih dari 3 bulan atau tidak mencantumkan ketentuan tertulis, hal tersebut dapat menjadi pelanggaran hukum. Praktik terbaik adalah menyusun mekanisme evaluasi yang transparan, terukur, dan terdokumentasi dengan baik.
Sementara itu, probation tidak boleh diterapkan pada PKWT. Jika probation dicantumkan dalam kontrak PKWT, maka kontrak tersebut batal demi hukum dan status pekerja berubah menjadi PKWTT. Ini telah ditegaskan dalam beberapa putusan pengadilan hubungan industrial yang menekankan bahwa probation hanya sah dalam kerangka kontrak tersebut.
Hak dan Kewajiban dalam PKWTT

Pekerja dalam hubungan kerja PKWTT memiliki berbagai hak sebagai berikut:
- Upah tetap setiap bulan sesuai kesepakatan dan standar UMP/UMK
- Hak cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah 12 bulan bekerja terus-menerus
- Hari libur resmi dan keagamaan
- Jaminan sosial tenaga kerja dan kesehatan (BPJS Ketenagakerjaan & BPJS Kesehatan)
- Jaminan pensiun dan manfaat lainnya
- Hak atas pesangon dan kompensasi jika terjadi pemutusan hubungan kerja
- THR Keagamaan sesuai dengan masa kerja
- Kepastian hukum dan perlindungan terhadap PHK sepihak
Sementara itu, pekerja juga memiliki kewajiban, antara lain:
- Melaksanakan pekerjaan sesuai jabatan dan tanggung jawab yang ditetapkan
- Menjaga etika kerja, integritas, dan kerahasiaan informasi perusahaan
- Mematuhi peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama (PKB) jika ada
- Berkontribusi pada pencapaian target dan tujuan organisasi
Bagi pemberi kerja, kewajiban mereka mencakup:
- Membayar upah tepat waktu dan sesuai perjanjian
- Memberikan fasilitas kerja dan lingkungan kerja yang aman
- Memberikan hak normatif seperti cuti, THR, dan jaminan sosial
- Tidak melakukan diskriminasi dalam perlakuan terhadap pekerja
- Mengikuti prosedur hukum dalam hal PHK atau sanksi
Pemenuhan hak dan kewajiban kedua belah pihak ini adalah fondasi dari hubungan kerja yang sehat, produktif, dan minim konflik.aturan kerja. Perusahaan juga wajib memberikan lingkungan kerja aman dan pembayaran tepat waktu.
Prosedur PHK dalam PKWTT
PPHK dalam PKWTT tidak bisa dilakukan secara sepihak tanpa alasan yang sah dan prosedur yang tepat. Berikut langkah-langkah yang wajib dilakukan:
- Evaluasi dan Dokumentasi: Pemberi kerja wajib memiliki alasan objektif dan bukti evaluasi kinerja atau pelanggaran yang dilakukan pekerja.
- Pemberitahuan Tertulis: Harus ada surat pemberitahuan PHK minimal 14 hari sebelumnya atau sesuai kesepakatan dalam PKB.
- Konsultasi dengan LKS Bipartit: Jika ada potensi perselisihan, perusahaan dan pekerja harus bermusyawarah terlebih dahulu.
- Mediasi Dinas Tenaga Kerja: Jika tidak ada kesepakatan dalam musyawarah, masalah dibawa ke Dinas untuk proses mediasi.
- Pembayaran Kompensasi: Jika PHK disetujui atau ditetapkan, perusahaan wajib membayar:
- Uang pesangon
- Uang penghargaan masa kerja
- Uang penggantian hak
- Dokumen Pendukung: Pekerja berhak mendapatkan surat pengalaman kerja dan bukti pembayaran hak-haknya.
Perusahaan yang melakukan PHK sepihak tanpa prosedur ini dapat dikenai sanksi pidana dan perdata sesuai UU Ketenagakerjaan. Prosedur PHK yang sah bukan hanya bentuk kepatuhan, tetapi juga mencerminkan etika dan kepedulian terhadap sumber daya manusia.
Risiko Hukum Jika Salah Menetapkan Jenis Kontrak

Kesalahan dalam menetapkan jenis kontrak kerja antara PKWT dan PKWTT dapat menimbulkan risiko hukum yang serius bagi perusahaan, antara lain:
- Perubahan Status Otomatis: Jika kontrak PKWT tidak memenuhi syarat (jenis pekerjaan, durasi, atau tidak tertulis), maka hubungan kerja akan otomatis berubah menjadi PKWTT. Ini telah ditegaskan dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan.
- Tuntutan Hukum oleh Pekerja: Pekerja dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja tetap, termasuk pesangon dan jaminan sosial.
- Sanksi Administratif dan Denda: Pemeriksaan dari Disnaker dapat berujung pada sanksi administratif, teguran, hingga denda bagi perusahaan yang melanggar.
- Kerugian Reputasi: Perusahaan yang diketahui sering mempermainkan jenis kontrak kerja akan kehilangan reputasi di mata calon karyawan, investor, hingga mitra bisnis.
- Efek pada Kepatuhan BPJS: Salah menetapkan status hubungan kerja dapat berdampak pada pendaftaran dan pembayaran iuran BPJS, yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan audit keuangan.
Oleh karena itu, HR dan manajemen perusahaan harus memahami secara mendalam perbedaan jenis kontrak kerja, mencermati peraturan terbaru, serta berkonsultasi secara rutin dengan ahli hukum ketenagakerjaan.
Studi Kasus PKWTT dan Kesalahan Praktik
Studi Kasus 1:
Seorang karyawan outsourcing cleaning service dikontrak sebagai PKWT selama 7 tahun berturut-turut. Ia akhirnya menggugat ke pengadilan karena kontraknya tidak sah. Hasilnya, statusnya berubah menjadi PKWTT dan perusahaan diwajibkan membayar pesangon.
Studi Kasus 2:
Sebuah startup teknologi mempekerjakan programmer tetap dengan kontrak PKWT dan memberlakukan probation 2 bulan. Dalam sidang mediasi, kontraknya dinyatakan batal demi hukum dan statusnya berubah menjadi PKWTT.
Strategi HR dalam Mengelola PKWTT
Bagi HR dan pengusaha, penting menyusun dokumen PKWTT yang sah secara hukum, termasuk:
- Surat perjanjian kerja tertulis atau SK pengangkatan
- Penjabaran jabatan dan tanggung jawab
- Ketentuan upah, jam kerja, dan cuti
- Masa probation (jika ada) dan evaluasinya
Selain itu, HR harus melakukan audit berkala terhadap kontrak-kontrak kerja agar tidak melanggar ketentuan yang mengakibatkan risiko hukum.
Checklist Legal Audit PKWTT

- Apakah hubungan kerja bersifat tetap?
- Apakah kontrak sudah tertulis atau berbentuk SK?
- Apakah masa probation maksimal 3 bulan?
- Apakah ada hak pesangon tercantum?
- Apakah pekerja tercatat di BPJS?
- Apakah pemutusan hubungan kerja sesuai prosedur?
PKWTT dalam Perspektif UU Cipta Kerja dan Perubahannya
UU Cipta Kerja dan perubahan terkininya melalui UU No. 6 Tahun 2023 menegaskan fleksibilitas dan perlindungan bagi pekerja dalam hubungan kerja PKWTT. UU ini memperkuat prinsip bahwa pekerjaan yang bersifat tetap dan terus-menerus wajib diikat dalam PKWTT. Adapun perubahan penting dalam regulasi ini meliputi:
- Penegasan status PKWTT secara otomatis jika kontrak kerja tidak memenuhi syarat sah PKWT, memperkuat posisi pekerja dari praktik kontrak semu.
- Peningkatan transparansi masa probation, termasuk kewajiban pencantuman tertulis dan pelarangan masa percobaan pada PKWT.
- Kepastian pembayaran hak normatif seperti pesangon, THR, dan jaminan sosial dalam konteks pemutusan hubungan kerja PKWTT.
- Sanksi yang lebih tegas terhadap pemberi kerja yang menyalahgunakan jenis kontrak atau menghindari kewajiban hubungan kerja tetap.
UU Cipta Kerja juga mengamanatkan penguatan pengawasan ketenagakerjaan serta memperluas ruang perundingan kolektif melalui PKB (Perjanjian Kerja Bersama), yang berpengaruh langsung pada pelaksanaanya.
Pemahaman terhadap perubahan regulasi ini penting untuk menghindari kekeliruan administratif dan sengketa hubungan industrial.
Rangkuman Talentiv
PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) adalah bentuk hubungan kerja permanen yang memberikan perlindungan menyeluruh bagi pekerja. Berdasarkan UU Cipta Kerja dan perubahannya, PKWTT wajib diterapkan untuk pekerjaan bersifat tetap.
Regulasi terbaru menekankan masa probation yang wajib tertulis, prosedur PHK yang jelas, dan sanksi atas penyalahgunaan kontrak. Memahami PKWTT penting bagi HR dan pekerja agar terhindar dari sengketa hukum dan mendukung hubungan kerja yang adil dan berkelanjutan.