
Regulasi pesangon UU Cipta Kerja adalah salah satu topik penting dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia, terutama bagi karyawan dan perusahaan yang ingin memahami hak serta kewajiban saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). UU ini membawa sejumlah perubahan signifikan pada peraturan sebelumnya, khususnya yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu regulasi pesangon UU Cipta Kerja, bagaimana ketentuannya, besaran yang berhak diterima pekerja, serta tips agar karyawan dapat mengklaim haknya secara maksimal.
Latar Belakang Regulasi Pesangon UU Cipta Kerja
Regulasi pesangon UU Cipta Kerja lahir sebagai bagian dari reformasi besar di sektor ketenagakerjaan. Pemerintah mengklaim tujuan utamanya adalah menciptakan fleksibilitas pasar kerja dan meningkatkan investasi, namun banyak pihak menilai kebijakan ini juga memengaruhi perlindungan hak pekerja.
Sebelum UU Cipta Kerja, perhitungan pesangon diatur sepenuhnya dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Setelah adanya UU Cipta Kerja dan aturan turunannya seperti PP No. 35 Tahun 2021, terdapat beberapa perubahan, seperti:
- Penyederhanaan kategori PHK
- Perubahan besaran pesangon maksimal
- Penambahan kompensasi tertentu seperti penggantian hak
- Pengaturan jelas soal kompensasi bagi karyawan kontrak (PKWT)
Perubahan ini memengaruhi baik pekerja formal maupun kontrak, sehingga penting untuk memahaminya secara detail.
Landasan Hukum Regulasi Pesangon UU Cipta Kerja

Regulasi pesangon UU Cipta Kerja memiliki dasar hukum yang jelas. Beberapa aturan penting yang menjadi pijakan antara lain:
- UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
- Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
- UU No. 13 Tahun 2003 (sebagai aturan sebelumnya yang direvisi).
Poin pentingnya adalah PP No. 35 Tahun 2021 yang menjadi panduan teknis perhitungan pesangon dan hak-hak pekerja saat PHK.
Perubahan Penting dalam Regulasi Pesangon
Regulasi pesangon UU Cipta Kerja membawa perubahan signifikan dibanding aturan lama. Beberapa di antaranya:
- Besaran pesangon: Sebelum UU Cipta Kerja, maksimal 32 kali gaji (pesangon + penghargaan masa kerja + penggantian hak). Setelah UU Cipta Kerja, maksimal menjadi 25 kali gaji.
- Kategori PHK: Lebih sederhana, namun beberapa alasan PHK yang dulu mendapat pesangon penuh kini mendapat setengahnya.
- Kompensasi PKWT: Karyawan kontrak sekarang mendapatkan uang kompensasi saat kontrak berakhir, minimal 1 bulan gaji per tahun masa kerja.
Jenis-jenis PHK dan Besaran Pesangon
Regulasi pesangon UU Cipta Kerja mengatur berbagai jenis PHK, antara lain:
- PHK karena efisiensi: Pesangon 1 kali + penghargaan masa kerja + penggantian hak
- PHK karena perusahaan pailit: Pesangon 0,5 kali + penghargaan masa kerja + penggantian hak
- PHK karena pekerja melanggar perjanjian kerja: Tidak mendapat pesangon, tetapi tetap berhak atas penggantian hak.
- PHK karena alasan kesehatan: Pesangon 2 kali + penghargaan masa kerja + penggantian hak.
Perhitungan ini sudah diatur rinci dalam PP No. 35 Tahun 2021.
Cara Menghitung Pesangon

Menghitung pesangon berdasarkan regulasi pesangon UU Cipta Kerja cukup sederhana jika mengikuti tabel resmi pemerintah. Rumusnya:
- Hitung pesangon dasar sesuai masa kerja.
- Tambahkan penghargaan masa kerja jika memenuhi syarat.
- Tambahkan penggantian hak seperti cuti tahunan yang belum diambil, biaya pulang, atau fasilitas lain yang dijanjikan dalam perjanjian kerja.
Contoh:
Pekerja dengan masa kerja 5 tahun, gaji Rp5 juta, di-PHK karena efisiensi:
- Pesangon = 7 bulan x Rp5 juta = Rp35 juta
- Penghargaan masa kerja = 2 bulan x Rp5 juta = Rp10 juta
- Penggantian hak = Rp3 juta
Total = Rp48 juta
Hak Pekerja dan Kewajiban Perusahaan
Regulasi pesangon UU Cipta Kerja menegaskan bahwa perusahaan wajib membayar pesangon maksimal 30 hari setelah PHK berlaku. Jika terlambat, pekerja bisa menempuh jalur mediasi di Disnaker atau gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Prosedur Klaim Pesangon
Langkah-langkahnya:
- Menerima surat PHK resmi.
- Memeriksa alasan PHK dan besaran pesangon sesuai aturan.
- Bernegosiasi jika ada perbedaan perhitungan.
- Melapor ke Disnaker jika terjadi perselisihan.
- Mengajukan gugatan ke PHI jika mediasi gagal.
Dampak UU Cipta Kerja terhadap Pesangon

Positif:
- Lebih jelasnya aturan untuk pekerja kontrak.
- Prosedur PHK lebih terstruktur.
Negatif: - Besaran maksimal pesangon lebih rendah.
- Beberapa alasan PHK mendapat pesangon lebih kecil.
Tips Agar Hak Pesangon Terpenuhi
- Simpan semua dokumen kontrak dan slip gaji.
- Catat masa kerja dengan bukti resmi.
- Pahami alasan PHK yang diberikan.
- Gunakan bantuan pengacara atau serikat pekerja jika diperlukan.
Rangkuman Talentiv
Regulasi pesangon UU Cipta Kerja hadir untuk memberikan kepastian hukum bagi pekerja dan pengusaha dalam mengatur hak pesangon saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan aturan yang lebih jelas, proses perhitungan pesangon kini memiliki formula baku yang mengacu pada masa kerja, alasan PHK, dan kondisi perusahaan.
Meskipun ada perubahan dari regulasi sebelumnya, tujuan utama dari UU ini adalah menciptakan iklim kerja yang lebih fleksibel namun tetap melindungi hak karyawan.
Bagi pekerja, memahami regulasi ini sangat penting agar hak-hak yang dimiliki dapat diperjuangkan secara tepat. Sementara bagi pengusaha, kepatuhan pada ketentuan ini akan meminimalkan risiko sengketa dan menjaga hubungan industrial yang harmonis.
Pada akhirnya, regulasi pesangon UU Cipta Kerja diharapkan menjadi jembatan antara kebutuhan perlindungan pekerja dan keberlanjutan usaha.