
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 adalah landasan hukum utama yang mengatur seluruh aspek hubungan kerja di Indonesia. Disahkan pada 25 Maret 2003, UU ini menjadi acuan bagi pekerja, pengusaha, pemerintah, dan praktisi hukum ketenagakerjaan dalam memastikan perlindungan hak serta keseimbangan kewajiban di dunia kerja.
Pembahasan dalam artikel ini mencakup pasal-pasal kunci, perubahan signifikan akibat UU Cipta Kerja dan UU No. 6 Tahun 2023, hingga panduan implementasi praktis yang relevan bagi tim HR dan legal.
Struktur UU 13/2003
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dibagi menjadi 17 Bab yang memuat total 193 Pasal. Pembagian ini dirancang agar seluruh aspek ketenagakerjaan, mulai dari asas hingga sanksi, memiliki kerangka hukum yang jelas.
Bab I – Ketentuan Umum (Pasal 1–2)
Berisi definisi penting seperti pengertian pekerja, pengusaha, hubungan kerja, upah, PKWT, PKWTT, outsourcing, dan sebagainya. Pemahaman bab ini penting agar tidak salah menafsirkan istilah dalam bab-bab selanjutnya.
Bab II – Asas, Tujuan, dan Kebijakan Ketenagakerjaan (Pasal 3–5)
Menegaskan asas keterpaduan, pemerataan kesempatan kerja, dan perlindungan pekerja. Bab ini juga memuat tujuan untuk menciptakan kesejahteraan pekerja tanpa mengorbankan kelangsungan usaha.
Bab III – Kesempatan dan Perlakuan yang Sama (Pasal 5–6)
Menjamin tidak adanya diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan suku, agama, ras, gender, atau kondisi tertentu.
Bab IV – Hubungan Kerja (Pasal 50–66)
Merupakan inti pengaturan hubungan kerja. Mengatur:
- Syarat sahnya perjanjian kerja
- PKWT vs PKWTT
- Larangan kontrak berantai tanpa jeda (diubah fleksibilitasnya oleh UU Cipta Kerja)
- Outsourcing dan penjaminan hak pekerja alih daya
Bab V – Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan Pekerja (Pasal 67–101)
Membahas:
- Perlindungan pekerja perempuan, anak, dan penyandang disabilitas
- Jam kerja dan lembur
- Cuti hamil, haid, sakit, dan tahunan
- Pengupahan, struktur skala upah, serta hak pekerja untuk upah layak
Bab VI – Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja (Pasal 102–115)
Mengatur peran pemerintah dan swasta dalam pelatihan kerja, sertifikasi kompetensi, serta mekanisme penempatan tenaga kerja dalam dan luar negeri.
Bab VII – Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 118–120)
Menegaskan syarat penggunaan TKA, kewajiban alih teknologi, dan izin kerja TKA.
Bab VIII – Perencanaan Tenaga Kerja (Pasal 121–130)
Berfokus pada analisis kebutuhan tenaga kerja secara nasional dan daerah, termasuk pengumpulan data pasar kerja.
Bab IX – Perlindungan, Pengembangan, dan Pengawasan (Pasal 131–140)
Memuat ketentuan pengawasan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan dan sanksi administratif.
Bab X – Hubungan Industrial (Pasal 141–155)
Mendefinisikan hubungan industrial sebagai sistem hubungan antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah yang dilandasi Pancasila. Juga mengatur perjanjian kerja bersama (PKB) dan Lembaga Kerja Sama (LKS).
Bab XI – Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 150–172)
Menyebutkan prosedur PHK, alasan yang dibolehkan, dan besaran pesangon. Perubahan besar terjadi melalui UU Cipta Kerja yang menyederhanakan proses PHK.
Bab XII – Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Pasal 173–181)
Mengatur tahapan penyelesaian perselisihan: bipartit → mediasi → arbitrase → PHI.
Bab XIII – Pengawasan Ketenagakerjaan (Pasal 182–187)
Menjelaskan kewenangan pengawas ketenagakerjaan, sanksi administratif, dan pelaporan pelanggaran.
Bab XIV – Sanksi Pidana (Pasal 188–190)
Menetapkan sanksi pidana untuk pelanggaran serius seperti mempekerjakan anak di bawah umur atau menghalangi hak pekerja.
Bab XV – Ketentuan Peralihan (Pasal 191)
Menjelaskan keberlakuan aturan lama sebelum semua peraturan turunan diterbitkan.
Bab XVI – Ketentuan Penutup (Pasa l 192–193)
Menegaskan mulai berlakunya UU ini dan mencabut UU sebelumnya.
Cheat-Sheet Pasal Kunci
Pasal | Materi Pokok | Implikasi Praktis | Rujukan Putusan |
---|---|---|---|
56-59 | PKWT | Batas waktu kontrak & perpanjangan | Putusan MK No. 6/PUU-X/2012 |
77-85 | Waktu Kerja & Lembur | Standar 40 jam/minggu, kompensasi lembur | SE Menaker No. SE.02/MEN/1989 |
88-98 | Pengupahan | Upah minimum, struktur & skala | PP No. 36 Tahun 2021 |
151-172 | PHK & Pesangon | Syarat PHK, perhitungan pesangon | UU No. 6 Tahun 2023 |
Perjanjian Kerja (PKWT vs PKWTT)

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa perjanjian kerja dibedakan menjadi PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu). PKWT hanya dapat digunakan untuk pekerjaan tertentu dengan sifat sementara, sedangkan PKWTT berlaku tanpa batas waktu. Pembatasan PKWT sangat penting karena jika dilanggar, otomatis berubah menjadi PKWTT dengan konsekuensi hukum.
Contoh klausul PKWT:
“Perjanjian ini berlaku selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penandatanganan dan dapat diperpanjang satu kali sesuai ketentuan UU.”
Jam Kerja, Cuti, & Pengupahan
Jam Kerja
Jam kerja diatur dalam Pasal 77 UU 13/2003 dengan ketentuan:
- Sistem 6 hari kerja: 7 jam/hari × 6 hari = 42 jam/minggu
- Sistem 5 hari kerja: 8 jam/hari × 5 hari = 40 jam/minggu
Pengecualian berlaku untuk sektor usaha tertentu seperti pertambangan, transportasi, atau pariwisata, yang diatur dalam peraturan menteri.
Lembur:
- Ditetapkan maksimal 3 jam/hari dan 14 jam/minggu.
- Harus ada persetujuan pekerja dan perhitungan upah lembur sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja.
Perubahan melalui UU Cipta Kerja:
- Memberi fleksibilitas jam kerja untuk sektor tertentu dengan waktu kerja melebihi ketentuan asalkan diatur dalam kontrak atau perjanjian kerja bersama.
- Memungkinkan skema kerja paruh waktu dengan pengaturan lebih rinci.
Dampak perubahan:
- Bagi pekerja: peluang pendapatan tambahan melalui skema fleksibel, tapi berpotensi meningkatkan beban kerja.
- Bagi pengusaha: efisiensi operasional meningkat, namun wajib memastikan perlindungan kesehatan kerja.
Cuti
Hak cuti pekerja diatur dalam beberapa pasal:
- Cuti Tahunan (Pasal 79): minimal 12 hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut.
- Cuti Khusus: termasuk cuti haid, melahirkan, keguguran, menikah, menikahkan anak, mengkhitankan anak, membaptiskan anak, istri melahirkan, atau anggota keluarga meninggal dunia.
- Cuti Haid (Pasal 81): pekerja perempuan berhak tidak bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid.
- Cuti Hamil dan Melahirkan (Pasal 82): 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, atau sesuai rekomendasi dokter.
Perubahan melalui UU Cipta Kerja & UU No. 6 Tahun 2023:
- Hak cuti tahunan tetap dipertahankan, namun fleksibilitas penggunaannya dapat diatur di perusahaan (misalnya pencairan cuti menjadi uang jika tidak digunakan).
- Hak cuti haid & hamil tetap dilindungi, namun pelaksanaannya memerlukan peraturan perusahaan atau PKB sebagai acuan teknis.
Pengupahan
Pengaturan pengupahan terdapat dalam Pasal 88–98 UU 13/2003:
- Upah Minimum: terdiri dari UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota), ditetapkan gubernur.
- Struktur dan Skala Upah: perusahaan wajib menyusun skala upah berdasarkan golongan, jabatan, masa kerja, dan kompetensi.
- Pembayaran Upah: wajib dibayar tepat waktu, dalam bentuk uang, dan dalam mata uang rupiah.
- Upah Lembur: dihitung berdasarkan jam lembur dengan formula tertentu.
- Upah saat Cuti atau Tidak Masuk Kerja: pekerja tetap berhak atas upah untuk cuti yang sah.
Perubahan melalui UU Cipta Kerja:
Pekerja dengan perjanjian kerja harian lepas dihitung upahnya proporsional sesuai hari kerja.
Formula penetapan upah minimum mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Penghapusan kewajiban penetapan UMK, kecuali daerah tertentu yang mampu membayar di atas UMP.
PHK, Pesangon & Penyelesaian Sengketa
PHK harus memenuhi prosedur: pemberitahuan tertulis, alasan yang sah, dan perhitungan pesangon sesuai masa kerja. UU ini melindungi pekerja dari PHK sepihak dan memberikan hak untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Perubahan oleh UU Cipta Kerja & UU No. 6 Tahun 2023

Perubahan signifikan antara lain:
- Fleksibilitas PKWT tanpa batasan jenis pekerjaan
- Pengurangan pesangon untuk PHK tertentu
- Perubahan aturan jam kerja sektor tertentu
UU No. 6 Tahun 2023 menambahkan klarifikasi dan perbaikan atas pasal-pasal yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
Peraturan Pelaksana Penting
Tiga PP utama pasca-Cipta Kerja:
- PP No. 35/2021: PKWT, alih daya, waktu kerja, dan PHK
- PP No. 36/2021: Pengupahan
- PP No. 37/2021: Jaminan kehilangan pekerjaan
Studi Kasus & Analisis Yuridis
Studi menunjukkan banyak pelanggaran PKWT, seperti kontrak berkali-kali tanpa jeda yang melanggar UU. Putusan MK telah memperkuat perlindungan pekerja dan menegaskan batasan kontrak.
Checklist Kepatuhan HR
- Pastikan perjanjian kerja sesuai format UU
- Simpan bukti pembayaran upah
- Terapkan skema pesangon sesuai ketentuan
- Dokumentasikan semua proses PHK
Rangkuman Talentiv
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 tetap menjadi pilar hukum ketenagakerjaan di Indonesia, meski telah mengalami perubahan. Pemahaman mendalam akan membantu perusahaan dan pekerja menjalankan hak dan kewajiban secara seimbang.