
Status Kerja Harian dan Relevansinya Saat Ini
Status kerja harian adalah bentuk hubungan kerja yang makin umum ditemui di berbagai sektor informal maupun industri jasa. Dengan sistem kerja fleksibel, pekerja harian hanya dipekerjakan saat dibutuhkan dan dibayar berdasarkan jumlah hari kerja aktual. Namun, banyak pekerja belum memahami bahwa status ini memiliki aturan hukum yang spesifik, sehingga berisiko kehilangan hak-haknya jika tidak dijelaskan secara tertulis oleh pemberi kerja.
Di Indonesia, pengaturan status kerja harian telah ditegaskan melalui beberapa regulasi formal. Tujuannya adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan baik bagi pekerja maupun pemberi kerja agar tidak terjadi penyalahgunaan sistem kerja harian lepas.
Pengertian Status Kerja Harian dalam Hukum Ketenagakerjaan
Status kerja harian merujuk pada hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, di mana pekerja hanya bekerja bila diminta dan dibayar harian. Sistem ini diperbolehkan menurut PP No. 35 Tahun 2021 sebagai pelaksana UU Cipta Kerja, selama tidak melanggar ketentuan frekuensi kerja dan isi perjanjian.
Menurut Kepmenakertrans No. 100/MEN/VI/2004, pekerja harian dapat disebut sah secara hukum apabila:
- Terdapat perjanjian kerja tertulis atau lisan.
- Hubungan kerja tidak bersifat terus-menerus (maks. 21 hari kerja dalam 1 bulan).
- Pembayaran dilakukan berdasarkan jumlah hari kerja.
Ciri-Ciri Status Kerja Harian
Beberapa karakteristik pekerja harian lepas yang membedakannya dari karyawan tetap atau kontrak antara lain:
- Tidak bekerja secara tetap atau penuh waktu.
- Tidak memiliki jam kerja pasti dalam jangka panjang.
- Tidak memiliki hak atas cuti tahunan atau pensiun, kecuali diatur dalam kontrak khusus.
- Dipekerjakan per hari, dan upah diberikan sesuai hari masuk kerja.
Status kerja harian sangat banyak ditemukan pada sektor event organizer, jasa keamanan freelance, pelayan paruh waktu, buruh harian di proyek konstruksi, hingga petugas kebersihan.
Dasar Hukum yang Mengatur Status Kerja Harian

Legalitas status kerja harian didukung oleh:
- UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 56 dan 59).
- UU No. 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja).
- PP No. 35 Tahun 2021: Aturan PKWT dan pekerja lepas.
- Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004: Pekerjaan harian lepas.
- Permenaker No. 5 Tahun 2023: Pedoman pelaksanaan hubungan kerja berdasarkan PKWT.
Aturan ini mengatur tentang jangka waktu kerja, pembayaran upah, jaminan sosial, dan perlindungan terhadap pelanggaran kontrak kerja.
Perbedaan Status Kerja Harian vs Kontrak dan Tetap
Aspek | Harian Lepas | PKWT (Kontrak) | PKWTT (Tetap) |
---|---|---|---|
Durasi Kerja | Harian / on call | Jangka waktu tertentu | Tidak terbatas |
Perjanjian | Harus dibuat tiap pekerjaan | Perjanjian 1–5 tahun | Perjanjian tetap |
Hak Jaminan Sosial | Opsional (BPU) | Wajib (BPJS TK & Kesehatan) | Wajib penuh |
Hak Cuti & THR | Tidak wajib, kecuali disepakati | Wajib sesuai UU | Wajib |
Risiko PHK | Tinggi | Menengah | Rendah |
Syarat Sah Perjanjian Kerja Harian
Agar status kerja harian sah secara hukum, kontrak harus memenuhi syarat:
- Tertulis dalam bentuk SPKH (Surat Perjanjian Kerja Harian).
- Menyebutkan nama perusahaan & pekerja, jenis pekerjaan, upah, durasi.
- Pekerjaan bersifat tidak tetap dan dilakukan kurang dari 21 hari per bulan.
Jika frekuensi kerja mencapai lebih dari 21 hari selama 3 bulan berturut-turut, maka hubungan kerja berubah otomatis menjadi PKWTT (karyawan tetap).
Hak Pekerja dalam Status Kerja Harian
Pekerja harian berhak memperoleh:
- Upah harian sesuai UMP/UMK yang berlaku.
- Jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan jika terdaftar sebagai BPU.
- Kompensasi lembur bila bekerja melebihi jam kerja normal.
- THR jika bekerja lebih dari 1 bulan secara terus-menerus.
- Perlindungan hukum atas pemutusan kerja secara sepihak.
Komponen Upah dan Perhitungan Gaji Harian

Perhitungan upah dalam status kerja harian mengacu pada rumus:
- 6 hari kerja: Upah = UMP/25
- 5 hari kerja: Upah = UMP/21
Contoh:
Jika UMP DKI Jakarta = Rp 5.000.000 dan sistem kerja 6 hari, maka upah harian = Rp 200.000
Tambahan upah dapat meliputi:
- Tunjangan makan/transport.
- Bonus harian jika memenuhi target.
- Lembur (1,5x jam pertama + 2x jam berikutnya).
BPJS dan Perlindungan Jaminan Sosial
Pekerja dengan status kerja harian dapat mendaftar BPJS secara mandiri sebagai peserta BPU (Bukan Penerima Upah).
Manfaatnya:
- BPJS Kesehatan: pengobatan gratis sesuai kelas yang dipilih.
- BPJS Ketenagakerjaan: perlindungan JKK, JKM, dan JHT.
Pendaftaran dapat dilakukan melalui aplikasi JMO atau kantor BPJS.
Kewajiban Pekerja Harian
Meskipun fleksibel, pekerja harian wajib:
- Mematuhi jam kerja dan perintah langsung dari pemberi kerja.
- Menjaga etika kerja, kerapihan, dan hasil kerja.
- Melaporkan kehadiran dan hasil kerja harian dengan jujur.
Prosedur Rekrutmen dan Pemutusan
Status kerja harian dimulai dari proses:
- Seleksi / perekrutan informal
- Tanda tangan SPKH
- Pekerjaan per hari dan pembayaran
- Pemutusan tanpa perlu pesangon, tapi harus ada pemberitahuan dan pembayaran sesuai hari kerja
Kelebihan dan Kekurangan Status Kerja Harian
Kelebihan:
- Fleksibilitas waktu
- Cocok untuk pekerjaan tambahan
- Tidak terikat beban kerja jangka panjang
Kekurangan:
- Tidak ada jaminan kelanjutan pekerjaan
- Tidak selalu ada jaminan sosial
- Rentan dieksploitasi jika tidak memahami haknya
Contoh Surat Perjanjian Kerja Harian (SPKH)

SURAT PERJANJIAN KERJA HARIAN LEPAS
Antara: [Nama Perusahaan] dan [Nama Pekerja]
Jenis Pekerjaan: [Deskripsi]
Tanggal: [Tanggal kerja]
Upah Harian: Rp [Nominal]
Durasi: [Jam kerja]
Studi Kasus di Lapangan
- Event Organizer: pekerja dekorasi atau teknis kerja 1 hari/event.
- Gudang Ritel: buruh bongkar muat dibayar per shift.
- Pembersih Freelance: dibayar per kunjungan.
Rangkuman Talentiv
Status kerja harian adalah sistem kerja sah secara hukum dengan fleksibilitas tinggi. Namun, pekerja perlu memastikan hak dan kewajibannya dilindungi dalam bentuk perjanjian tertulis. Perusahaan juga wajib memahami aturan main agar tidak melanggar UU Ketenagakerjaan.